Sebelum membahas tentang apa itu pajak dan retribusi daerah serta apa yang menjadi perbedaan di antara keduanya, ada baiknya kita sedikit mengulas mengapa pajak dan retribusi sangat penting bagi pelaksanaan pembangunan, khususnya pembangunan di daerah setelah adanya otonomi daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia mengandung harapan besar untuk mempercepat pembangunan daerah serta mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat berbagai tantangan besar yang membayangi, terutama terkait dengan kemampuan keuangan daerah dan kemandirian fiskal masing-masing pemerintah daerah.
Kemandirian fiskal atau yang juga dikenal sebagai kemandirian keuangan daerah merupakan perbandingan besarnya penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total penerimaan daerah. Semakin besar PAD tentunya akan semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah dan sebaliknya. Semakin rendah kontribusi PAD maka semakin rendah tingkat kemandirian fiskal daerah atau semakin tinggi ketergantungan keuangan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat[1]
Dengan kemandirian fiskal yang baik, maka suatu pemerintah daerah akan mampu membiayai pembangunan daerah dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat tanpa tergantung dengan dana transfer dari Pemerintah Pusat.[2]
Mengingat kembali artikel Pendapatan Asli Daerah: Pengertian, Jenis dan Strategi Peningkatannya, kita ketahui bahwa pendapatan asli daerah bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan. Sehingga tentu salah satu upaya untuk dapat meningkatkan kemandirian fiskal adalah dengan meningkatkan pungutan pajak dan retribusi daerah.
Pengertian Pajak dan Retribusi Daerah
Merujuk pada ketentuan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari pengertian tersebut, dapat kita catat bahwa terdapat 6 (enam) unsur pajak[3], yaitu:
- Kontribusi/iuran wajib, yakni bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan tidak ada pengecualian;
- Bersifat memaksa, yakni bila tidak dipenuhi, pajak dapat ditagih secara paksa;
- Berdasarkan undang-undang, yang berarti bahwa setiap pajak yang dipungut harus ada aturan yang mendukung;
- Tidak mendapatkan imbalan/kontra prestasi secara langsung dibedakan dari retribusi dan atau pungutan lain;
- Pungutan pajak dilakukan oleh Negara baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah; serta
- Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pembangunan maupun pengeluaran rutin;
Sementara itu, Retribusi Daerah merupakan pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.[4]
Hal ini dapat dipahami pula bahwa pemerintah daerah memiliki hak untuk mendapatkan imbalan (retribusi) jika ada jasa atau pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan terlebih dahulu.
Jenis-Jenis Pajak dan Retribusi Daerah
Di dalam ketentuan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009, disebutkan secara jelas jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, yaitu sebagai berikut:
Jenis-Jenis Pajak Daerah
Pajak Daerah terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.[5] Pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi terdiri atas:
- Pajak Kendaraan Bermotor;
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
- Pajak Air Permukaan; dan
- Pajak Rokok.
Sementara Pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas:
- Pajak Hotel;
- Pajak Restoran;
- Pajak Hiburan;
- Pajak Reklame;
- Pajak Penerangan Jalan;
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
- Pajak Parkir;
- Pajak Air Tanah;
- Pajak Sarang Burung Walet;
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Dalam peraturan yang sama, tepatnya pada Pasal 108, yang termasuk objek dari Retribusi Daerah antara lain adalah sebagai berikut:
- Retribusi jasa umum, yaitu pungutan atas pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk kepentingan umum. Contohnya, pelayanan kesehatan, iuran sampah dan kebersihan, iuran KTP dan catatan sipil, retribusi pengolahan limbah cair, dan lain-lain.
- Retribusi jasa usaha, yakni pungutan atas pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk penggunaan komersial. Contoh, retribusi tempat parkir, penginapan, pertokoan, dan lain-lain.
- Retribusi perizinan, yaitu pungutan yang diberikan untuk kepentingan perizinan. Seperti izin mendirikan bangunan, izin menjual minuman beralkohol, izin usaha perikanan.
Perbedaan Pajak dan Retribusi Daerah
Pada pembahasan di atas, telah disebutkan bahwa meskipun sama-sama merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah, terdapat perbedaan mendasar antara pajak daerah dan retribusi daerah.
Sebagai contoh, bila dilihat dari sisi manfaat, pajak tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh Wajib Pajak. Hal ini disebabkan karena pembayaran pajak yang diterima negara dialokasikan untuk kepentingan pembangunan negara, seperti infrastruktur, fasilitas umum, pendidikan, dan program-program pembangunan lainnya.
Sementara pada retribusi, manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Misalkan iuran lingkungan yang dibayarkan bisa untuk pengaspalan jalan di perumahan, atau iuran kebersihan mengangkut sampah rumah tangga setiap harinya.[6]
Lebih lanjut, berikut adalah beberapa perbedaan dari pajak dan retribusi daerah, sebagaimana dikutip dari laman yang dikelola oleh Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat,
Perbedaan Pajak dan Retribusi Daerah[7]
Aspek | Pajak | Retribusi |
Dasar Hukum | Sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 23A, disebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. | Retribusi dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau Peraturan Daerah. |
Balas Jasa / Manfaat | Warga masyarakat sebagai pihak yang membayar pajak dalam jumlah tertentu, tidak langsung menerima manfaat pajak yang dibayar. Manfaat yang akan didapatkan adalah berupa perbaikan infrastruktur, fasilitas kesehatan, beasiswa pendidikan, dan lain-lainnya. | Balas jasa kepada wajib retribusi dapat dirasakan langsung, contohnya retribusi kebersihan (sampah) manfaatnya dapat dirasakan langsung dengan diangkutnya sampah wajib retribusi oleh petugas. |
Objek Pajak | Objek pajak bersifat umum contohnya pajak penghasilan, pajak barang mewah, pajak kendaraan bermotor. | Orang atau Badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang diberikan oleh pemerintah. |
Sifat Pajak | Pajak menurut Undang-undang pemungutannya dapat dipaksakan sehingga bila tidak membayar pajak ada konsekuensi yang harus ditanggung. | Dapat dipaksakan dengan sifat yang ekonomis hanya kepada orang atau badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang diberikan oleh pemerintah. |
Lembaga Pemungut | Pajak Negara yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sementara untuk pajak daerah, pungutannya dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah. | Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah. |
Tujuan | Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu: (1) untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi ke investasi. (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal. (3) untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah. (4) untuk modifikasi pola investasi. (5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan (6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002). | Retribusi memiliki tujuan untuk memberikan jasa atau ijin kepada masyarakat sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan mereka serta mendapatkan pelayanan dari pemerintah. |
Referensi:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
*ttps://bapenda.jabarprov.go.id/2017/02/22/perbedaan-pajak-dan-retribusi/
*ttps://ayopajak.com/perbedaan-pajak-dan-retribusi/
[1] Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI Helmizar saat menyampaikan sambutan pada Seminar Nasional PKAKN dengan tema “Kondisi dan Hambatan dalam Meningkatkan Kemandirian Fiskal Daerah” diakses melalui laman: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/34485/t/Pemda+Harus+Berinovasi+untuk+Wujudkan+Kemandirian+Fiskal+Daerah
[2] Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Daerah oleh BPK RI, diakses melalui laman: https://www.bpk.go.id/assets/files/lkpp/2019/lkpp_2019_1594713274.pdf
[3] Modul Penggalian Potensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, diakses melalui laman: http://www.djpk.kemenkeu.go.id/elearning-djpk/pluginfile.php/25330/mod_page/content/4/modul%20penggalian%20potensi%20pdrd.pdf
[4] Poin 64, Pasal 1, Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
[5] Pasal 2, Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
[6] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210915101629-537-694509/perbedaan-dan-persamaan-pajak-dengan-retribusi
[7] https://bapenda.jabarprov.go.id/2017/02/22/perbedaan-pajak-dan-retribusi/
Pajak dan retribusi adalah dua konsep yang berbeda dalam dunia keuangan publik. Meskipun keduanya sering digunakan secara bergantian, namun pada dasarnya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Simak selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/1528/perbedaan-pajak-dan-retribusi/