Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber utama dari Pendapatan Asli Daerah yang tentu nantinya akan digunakan untuk menyelenggarakan roda pemerintahan. Penting bagi kita untuk mengetahui dan mempelajari tentang hal tersebut agar dapat memberikan pencerahan dan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu taat pajak dan retribusi. 

Dalam artikel ini kita akan membahas mulai dari penerimaan daerah, pendapatan daerah, pendapatan asli daerah hingga pada jenis-jenis pajak dan retribusi serta strategi peningkatannya.

Penerimaan Daerah dan Pendapatan Daerah

Memulai pembahasan dari istilah yang lebih luas yakni penerimaan daerah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa penerimaan daerah adalah semua uang yang masuk ke kas Daerah. Penerimaan daerah terdiri atas:

  1. Pendapatan Daerah; dan
  2. Penerimaan Pembiayaan daerah.

Dalam peraturan yang sama, pendapatan daerah dijelaskan sebagai semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang yang diterima melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yang mana tidak perlu dibayarkan kembali. Termasuk pula penerimaan lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang diakui sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

Pendapatan Daerah terdiri atas:

  1. pendapatan asli daerah;
  2. pendapatan transfer; dan
  3. lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Sumber Pendapatan Asli Daerah

Mengerucutkan pembahasan pada Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 31 PP Pengelolaan Keuangan Daerah tersebut, terdiri atas:

  1. pajak daerah;
  2. retribusi daerah;
  3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
  4. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Ketentuan tentang pajak daerah dan retribusi daerah telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang untuk selanjutkan akan dijelaskan pada sub bahasan di bawah. 

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan Penerimaan Daerah atas hasil penyertaan modal daerah. Sementara lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berdasarkan ayat (4) Pasal 31 tersebut terdiri atas:

  1. hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;
  2. hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;
  3. hasil kerja sama daerah;
  4. jasa giro;
  5. hasil pengelolaan dana bergulir;
  6. pendapatan bunga;
  7. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;
  8. penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah;
  9. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
  10. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
  11. pendapatan denda pajak daerah;
  12. pendapatan denda retribusi daerah;
  13. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
  14. pendapatan dari pengembalian;
  15. pendapatan dari BLUD; dan
  16. pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa merujuk pada Pasal 31 ayat (2), hal-hal terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Jenis Pajak Daerah

Pajak Daerah terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi terdiri atas:

  1. Pajak Kendaraan Bermotor;
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
  3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
  4. Pajak Air Permukaan; dan
  5. Pajak Rokok.

Sementara Pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas:

  1. Pajak Hotel;
  2. Pajak Restoran;
  3. Pajak Hiburan;
  4. Pajak Reklame;
  5. Pajak Penerangan Jalan;
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
  7. Pajak Parkir;
  8. Pajak Air Tanah;
  9. Pajak Sarang Burung Walet;
  10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
  11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Obyek dan Golongan Retribusi Daerah

Dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut, objek Retribusi Daerah diatur dalam Pasal 108 yang terdiri atas:

  1. Jasa Umum, retribusi yang dikenakan dalam objek ini digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum;
  2. Jasa Usaha, retribusi yang dikenakan dalam objek ini digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha; dan
  3. Perizinan Tertentu, retribusi yang dikenakan dalam objek ini digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

Uji Materiil terhadap Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Merujuk pada Website Resmi Peraturan BPK dan Website Resmi Mahkamah Konstitusi RI, sepanjang perjalanan sejak ditetapkan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ini telah dilakukan uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi dengan putusan sebagai berikut:

NoNomor PerkaraPutusan
1

46/PUU-XII/2014

Penjelasan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
2

15/PUU-XV/2017

Pasal 1 angka 13 sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen,” Pasal 5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar,” Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
380/PUU-XV/2017

Menyatakan Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 28, Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perubahan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;

Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) khususnya berkenaan dengan pengenaan pajak terhadap penggunaan listrik baik yang dihasilkan sendiri maupun yang dihasilkan dari sumber lain selain yang dihasilkan oleh pemerintah (PT PLN) sejak putusan ini diucapkan

 

Strategi Peningkatan Pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam paragraf pembuka di atas, bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber utama dari Pendapatan Asli Daerah yang tentu nantinya akan digunakan untuk menyelenggarakan roda pemerintahan. Salah satu upaya untuk meningkatan Pajak Daerah adalah dengan melaksanakan program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah.

Intensifikasi Pajak Daerah adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi pemerintahan daerah.

Ekstensifikasi Pajak Daerah adalah kegiatan optimalisasi penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang baru. 

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya intensifikasi antara lain:

  1. Peningkatan penyuluhan pajak;
  2. Peningkatan pembukuan berbasis sistem informasi / teknologi;
  3. Perbaikan administrasi pungutan maupun operasional;
  4. Peningkatan pengawasan dan pengendalian pungutan;

Sementara kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya ekstensifikasi adalah:

  1. Penyisiran subjek pajak baru dengan cara membuat Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
  2. Membuka lahan milik Pemerintah Daerah yang masih menganggur untuk dapat diciptakan menjadi wilayah bisnis baru; 

Sumber:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38763/uu-no-28-tahun-2009

https://search.mkri.id/?q=%22pajak+daerah%22

https://klc.kemenkeu.go.id/pusknpk-intensifikasi-dan-ekstensifikasi-pajak-daer*h/

http://www.freepik.com Designed by pch.vector / Freepik (gambar)

Bagikan:
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments