
Bagi seseorang yang gemar membaca Manga (komik ala Jepang), khususnya Manga dengan genre Sports dan School, mungkin pernah terbersit pertanyaan sederhana dalam pikiran kita, Bisakah kita meniru atau mengadopsi Manga dalam mengembangkan prestasi olahraga di Indonesia?
Pertanyaan ini muncul tidak terlepas dari prestasi olahraga atlet asal Jepang yang benar-benar dapat dikatakan sebagai salah satu yang terbaik di Asia, bahkan dunia.
Pada cabang olahraga Sepakbola, Tim Nasional Sepakbola Putra Jepang saat tulisan ini terbit berada pada peringkat 17 (Tujuh Belas) FIFA dan berada di puncak Asia. Sementara Tim Nasional Sepakbola Putri Jepang berada pada peringkat 7 (Tujuh) FIFA yang juga menjadi peringkat tertinggi di Asia.
Untuk cabang olahraga Voli Indoor, Tim Voli Indoor Putra Jepang berada pada peringkat 5 (Lima) FIVB, demikian pula Tim Voli Indoor Putri Jepang yang berada pada peringkat 5 (Lima) FIVB. Sementara untuk cabang olahraga Basket, Tim Basket Putra Jepang berada pada peringkat 21 (Dua Puluh Satu) FIBA, dan untuk Tim Basket Putri Jepang berada pada peringkat 9 (Sembilan) FIBA.
Prestasi tersebut tidak mungkin dapat diraih dalam waktu singkat, dan tentu saja prestasi tersebut merupakan buah dari karakter unggul yang dapat kita tiru dari warga masyarakat Jepang. Karakter yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang kuat, seperti kerja keras (gambaru), disiplin, kehormatan, dan kolektivitas. Dalam konteks olahraga dan kompetisi, karakter ini membentuk mentalitas atlet dan masyarakat Jepang menjadi sangat khas dan inspiratif.
Lantas, apa yang mungkin bisa kita adopsi dari Manga dalam pengembangan prestasi olahraga?
Mengadopsi ataupun meniru karakter, tentu bukan hal yang mudah. Karena meskipun karakter bisa ditiru (diambil contoh), sebuah karakter masih membutuhkan waktu untuk dapat menjadi bagian dari diri sendiri.
Oleh karena itu, mari kita coba telaah dari aspek lain dalam manga bertema olahraga yang mungkin dapat kita adopsi (tentu dengan penyesuaian yang diperlukan). Salah satunya tentu adalah sistem kompetisi olahraga.
Kompetisi Olahraga dalam Dunia Manga
Dalam dunia manga, seperti Captain Tsubasa (Manga bertema Sepakbola), Haikyuu!! (Manga bertema Voli Indoor), Diamong No Ace (Manga bertema Baseball), Kuroko No Basket dan Slam Dunk (Manga bertema Basket), dan manga lainnya seperti Eyeshield 21 (Manga bertema American Football), terdapat kesamaan sistem kompetisi dalam pertandingannya.
Struktur kompetisi tersebut sangat mudah dipahami karena diselenggarakan secara berjenjang mulai dari sekolah, kota, prefektur (provinsi) dan tingkat nasional. Selain penyelenggaraan yang berjenjang, frekuensi pertandingan atau kompetisi dalam manga biasanya mengikuti kalender sekolah Jepang dan sistem turnamen yang ada di dunia nyata, yakni:
- Turnamen musim semi (Spring Tournament / Haru Kōshien) – Maret–April
- Turnamen musim panas (Summer Tournament / Natsu Kōshien) – Juli–Agustus
- Turnamen nasional akhir tahun atau interhigh (Inter-High) – akhir semester atau Desember
Kepastian jenjang dan waktu pelaksanaan kompetisi tersebut, tentu berdampak positif pada pola latihan atlet olahraga prestasi sejak dini. Semangat dalam berlatih dapat dipacu karena ada target dan periodisasi yang telah ditetapkan.
Selain itu pula, sistem dan kepastian kompetisi olahraga tersebut juga dapat memacu rivalitas yang positif (bukan aksi dendam yang merusak) di antara para atlet yang ada.
Bisakah Kita Meniru Sistem Kompetisi Olahraga dalam Manga?
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mungkinkah kita meniru sistem dan frekuensi kompetisi olahraga dalam Manga tersebut?
Berbicara kemungkinan, tentu saja jawabannya adalah mungkin – bahkan sangat mungkin. Tetapi banyak aspek yang perlu dikaji dengan baik, mulai dari perbedaan kondisi geografis, perbedaan budaya dan cara pandang terhadap prestasi olahraga, hingga yang lain mendasar adalah kemampuan finansial dan sumber daya yang ada.
Namun demikian, kita dapat mencoba dalam skala yang lebih kecil. Misalnya membuat sistem dan frekuensi kompetisi olahraga pada tataran kabupaten dan kota.
Setiap pemerintah kabupaten dan kota membuat turnamen rutin (misalnya dua kali setahun, setiap akhir semester pembelajaran) secara berjenjang mulai antar sekolah ke tingkat kecamatan, yang pada puncaknya adalah kompetisi antar kecamatan di tingkat kabupaten/kota.
Keterbatasan anggaran pemerintah akan menjadi tantangan utama, dan pemerintah tidak mungkin dapat bekerja sendiri untuk mewujudkan sistem dan frekuensi kompetisi tersebut.
Bekerja sendiri dalam mengembangkan prestasi olahraga adalah satu hal yang mustahil. Pemerintah perlu menjalin sinergi dengan pihak lain, untuk bersama-sama membangun prestasi olahraga. Salah satunya dengan jalinan sinergi pentahelix.
Pentahelix merupakan model kolaborasi antara lima unsur (5 Aktor Utama) yang terdiri dari Pemerintah, Akademisi, Dunia Usaha/Industri, Komunitas/Masyarakat dan Media. Semua unsur bersatu padu dalam mengembangkan prestasi olahraga di daerah hingga tingkat nasional.
Referensi:
https://inside.fifa.com/fifa-world-ranking